Minggu, 30 Mei 2010

Sistem Barter Masih Berlaku Di Pulau Sabu

Pulau Sabu. Masyarakat Kabupaten Sabu Raijua di Pulau Sabu, sekitar 123 mil dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga kini masih menggunakan sistem barter, karena ketiadaan sarana transportasi untuk memasarkan hasil pertanian mereka.

"Mayoritas penduduk Sabu Raijua adalah petani rumput laut, namun mereka kesulitan dalam pemasaran, sehingga hasil yang didapatkan umumnya ditukar dengan beras atau bahan bangunan dengan para pedagang dari Sulawesi yang berkunjung ke pulau itu," kata Camat Raijua, Lorens Debo Piwo, Minggu (7/6).

Menurut dia, rumput laut dari Raijua biasanya di jual dengan harga Rp20.000/kg, namun saat ini harga komoditas tersebut turun sampai pada posisi antara Rp5.000-Rp6.000/kg.

"Situasi inilah yang tampaknya membuat para petani rumput laut setempat lebih memilih sistem barter dengan para pedagang dari Sulawesi ketimbang harus menjualnya dengan harga Rp5.000-Rp6.000/kg," kata Lorens.

Ia mengatakan, saat panen tiba, para petani rumput laut di Sabu Raijua langsung melakukan kontak dengan para pedagang dari Sulawesi agar bisa menukarkan rumput laut dengan bahan kebutuhan lainnya, seperti beras, bahan bangunan, peralatan rumah tangga dan sepeda motor.

Lorens menambahkan, kualitas SDM di Sabu Raijua juga masih rendah, umumnya tamatan SMP, karena belum ada lembaga pendidikan lanjutan (SMA/SMK) di kabupaten baru yang baru diresmikan Mendagri Mardiyanto menjadi daerah otonom ke-21 di NTT pada 26 Mei lalu di Jakarta.

"Setelah tamat SMP, mereka memilih menjadi TKI ke luar negeri," katanya dan menambahkan, lokasi SMP di Raijua, harus dicapai melalui jalan kaki dengan jarak sekitar 10 km dari pemukiman penduduk.

"Banyak juga warga hanya tidak mau melanjutkan pendidikan ke SMP setelah tamat SD, karena jaraknya sangat jauh. Pilihan terakhir adalah menjadi petani atau TKI," ujarnya.


Sumber:Suara merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar