Minggu, 28 Februari 2010

Bahasa Indonesia

BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

(1)Bahasa Yang Baik
Penggunaan bahasa yang baik (sesuai aspek komunikatif) adalah sesuai dengan sasaran kepada siapa bahasa tersebut di sampaikan. Hal ini harus disesuaikan dengan unsur umur, agama,status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita.
(2)Bahasa yang Benar
Bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah, yaitu peraturan bahasa (tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan).
Co: penggunaan bahasa yang baik, dan bahasa yang benar
(1) Berapakah bapak mau menjual apel ini?
(2) Apakah Abang Ojek bersedia mengantar saya ke Pasar Baru dan berapa ongkosnya?

Contoh di atas adalah contoh bahasa Indonesia yang baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu. Untuk situasi seperti di atas, kalimat (3) dan (4) berikut akan lebih tepat.

(3) Berapa nih, Pa, apel?
(4) Ke Pasar Baru, Bang. Berapa?
Sebaliknya, kita mungkin berbahasa yang baik, tetapi tidak benar

Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama . Bahasa mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Sehingga kita sering mendengarkan istilah “ Bahasa Komunikatif”.
Co: Kata "MOBILE" sering di maknai dengan "mobil" atau kendaraan yang bergerak oleh orang yang tidak mengerti, Hand phone atau HaPe lebih bisa di mengerti oleh semua

SUDAH DI UJUNG LIDAH TAPI LUPA


KOMPAS.com - Sebal rasanya kalau tiba-tiba anda lupa suatu istilah, padahal rasanya sudah di ujung lidah tapi mendadak lupa. Suatu penelitian mempelajari hubungan antara fenomena kelupaan ini dengan tingkat keseringan pemakaian kata-kata tertentu. Temuan riset ini bisa membantu ilmuwan memahami cara otak kita mengatur dan mengingat bahasa.


Untuk mempelajari fenomena ini para peneliti mempelajari orang-orang yang fasih dalam dua bahasa dan juga orang-orang tuli yang berkomunikasi memakai bahasa isyarat sesuai standar Bahasa Isyarat America (ASL).


"Kami ingin melihat apakah orang-orang yang memakai bahasa isyarat bisa juga mengalami kelupaan mendadak itu," jelas Karen Emmorey, direktur dari Laboratorium Bahasa dan Ilmu Syaraf Kognitif di San Diego State University.



Emmorey dan para rekannya menemukan bahwa ternyata para pemakai bahasa isyarat juga kadang mengalami fenomena kelupaan mendadak itu, dan frekuensinya juga hampir sama dengan pemakai bahasa verbal biasa, yaitu kira-kira seminggu sekali.



Terlebih lagi, mirip dengan para pemakai bahasa verbal yang kadang lupa suatu istilah tapi kira-kira tahu huruf awalnya, para pemakai bahasa isyarat juga bisa lupa tapi kira-kira tahu sebagian gerakan untuk suatu istilah. Dan bila lupa, para pengisyarat itu lebih bisa mengingat-ingat bentuk tangan ketika menggerakkan suatu istilah, atau bagian tubuh mana yang dipakai untuk istilah itu dan arahnya, daripada mengingat gerakannya sendiri.



Emmorey memandang hal ini sebagai suatu kesamaan dengan para pembicara verbal, karena kedua grup ini sama-sama bisa mengingat suatu kata melalui awalannya. "Dalam bahasa ada suatu keistimewaan dalam awalan," tutur Emmorey.



Salah satu dugaan mengapa kita kadang lupa suatu istilah adalah karena mungkin di otak kita, pada saat bersamaan, muncul kata lain yang mirip bunyinya sehingga otak kita terhalang untuk mengingat kata yang dimaksud. Mekanisme ini disebut hambatan fonologis.



Untuk menguji teori ini, tim Emmorey membandingkan orang-orang yang bilingual dengan orang-orang yang bisa ASL dan juga Bahasa Inggris.



Suatu penelitian lain sebelumnya telah menunjukkan bahwa orang-orang bilingual lebih sering mengalami fenomena lupa-di-ujung-lidah ini dibanding orang yang hanya fasih dalam satu bahasa. Para ahli menyimpulkan bahwa dengan penguasaan dua bahasa maka orang-orang bilingual juga dua kali lebih rentan untuk mengalami hambatan fonologis.



Kalau memang benar begitu, maka semustinya ini tak terjadi pada orang-orang yang bisa bahasa verbah (Inggris) dan juga bahasa isyarat ASL, karena semustinya kedua cara komunikasi itu tak saling 'bertabrakan', satunya mengandalkan bunyi sedangkan satu lagi gerakan. Tapi ternyata, dibandingkan orang-orang yang bilingual Inggris-Spanyol, orang-orang yang bisa Bahasa Inggris, dan ASL mengalami kelupaan di ujung lidah ini sama seringnya. Maka bisa dilihat bahwa dalam hal ini bukan hambatan fonologis biang masalahnya.



Jadi Emmorey kini mencurigai bahwa kelupaan ini adalah karena pemakaian yang kurang sering. Sederhananya, makin jarang suatu kata dipakai, maka makin sulit otak mengingatnya. Jadi misalnya orang tersebut bilingual Inggris-Indonesia maka kemungkinan separuh waktunya ia memakai Bahasa Inggris, dan separuh lagi memakai Bahasa Indonesia, jadi waktunya terbagi kalau dibanding dengan orang yang cuma berbahasa tunggal.



Tentunya ide ini harus diuji lebih lanjut dulu. Emmorey memaparkan hasil penelitiannya para pertemuan tahunan Asosiasi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Amerika di San Diego, California, 19 Februari, 2010.

Jumat, 26 Februari 2010

BERHARAP AWET MUDA DI TAMAN NARMADA

Menjadi awet muda adalah impian sebagian besar manusia. Tak heran, legenda fountain of youth terus dicari keberadaannya. Percaya tak percaya, fountain of youth itu salah satunya terletak di taman Narmada, Lombok. Beralokasi sekitar 10km timur Cakranegara, taman air peninggalan kerajaan Karangasem, Bali, telah banyak dikunjungi oleh meraka yang penasaran untuk awet muda.

Bagi yang percaya, pengunjung Taman Narmada dapat membasuh muka mereka di mata air yang bias membuat awet muda. Di taman air ini terdapat sebuah ruangan kecil yang di hiasi pernak-pernik ornament Bali yang didalamnya mengalir sebuah mata air suci. Namun, pengunjung tak bias sembarang masuk ke mata iar pun harus mengenakan ikat pinggang khas Bali dan didampingi oleh seorang pendeta Hindu. Sebelum masuk pun pengunjung harus memberi sesajen berupa bunga dan dupa.

Yang dimaksud awet muda setelah mencuci muka di Taman Narmada ini mungkin tidak secara harafiah membuat wajah seseorang bebas dari kerut, melainkan hanya simbol semata. Misalnya saja, yang harus dibasuh adalah ubun-ubun. Tetesan air segar di kepala sudah pasti dapat menenangkan pikiran, sdangkan, membasuh mata dimaksudkan agar mendapat pengeklihatan yang terang. Membasuh kuping kiri dan kanan supaya pendengaran tetap baik. Terakhir, pengunjung dipersilakan untuk meminum air yang dipercaya suci itu. Segarnya mata air pegunungan yang membasahi tenggorokan dipercaya mengembalikan semangat.

Nah, bila semua elemen tersebut digabungkan maka pikiran menjadi tenang, pengelihatan menjadi jernih, pendengaran menjadi baik, dan semangat menjaditumbuh. Itulah ciri-ciri orang yang jiwa raganya tetap muda.

Narmada di ambil dari nama sebuah sungai yang disucikan oleh masyarakat Hindu India. Di sungai itulah katanya Dewa Siwa pernah turun dari langit. Pada tahun 1805 saka atau 1727 tahun masehi, Raja Karangasem Anak agung Gde Ngurah membangun sebuah rumah peristirahatan di lombok yang mengadaptasi arsitektur Hindu, Islam, dan Sasak.

Rumah peristirahatan yang dikelilingi oleh beberapa kolam besar ini juga dilengkapi dengan miniatur Gunung Rinjani yang terletak di Lombok Utara. Konon setiap tahun raja pergi ke Gunung Rinjani yang di anggap suci bagi masyarakat setempat untuk memberikan sesajen. Namun, karena usia yang semakin tua sehingga tidak sanggup lagi mendaki Gunung Rinjani, maka raja membuat miniatur gunung setinggi 3726 meter di atas permukaan laut itu di rumah peristirahatannya.

Miniatur Gunung Rinjani itu dikelilingi oleh sebuah kolam yang dinamai Segara Muncar. Segara Muncar yang dipenuhi oleh ikan Mujair itu sendiri merupakan tiruan dari Segara Anak, danau yang ada di Gunung Rinjani. Di saat-saat tertentu, pengunjung di perbolehkan memancing ikan mujair yang ada di kolam berair hijau itu.




(Kompas, 22 Agustus 2006)

DISIPLIN

Kata disiplin merajalela begitu terjadi kasus IPDN yang sungguh menydihkan. Ada rasa bingung. Ada yang bilang tak boleh penerapan disiplin seperti itu. Loh, disiplin kan bagus, masa siswa disuruh tidak disiplin? Lalu diperjelas, yang boleh disiplin itu militer. Pecinta militer cepat-cepat membantah, yang dikenal dan diterapkan militer bukan disiplin seperti itu.

Di Indonesia, orang kadang menyamakn disiplin dengan ketertiban dan ketaatan yang ketat, sampai-sampai ada keyakinan bahwa ketertiban hanya hanya tercapai lewat ketaata, padahal keduanya tidak mesti berhubungan sebab akibat. Disiplin adalah taat melaksanakan apa saja perintah atasan tanpa tunda dan tanpa tanya, apalagi mempertanyakan. Padahal arti kata disiplin tidak seperti itu.

Disciplina dalam bahasa Latin berarti petunjuk, pengajaran, pendidikan. Karena pergumulan kedisiplinan dalam dunia pendidikan menghasilkan ajaran yang bertambah matang seperti ajaran baru, ilmu itu sendiri, atau cabangnya. Bukan hanya ilmu-ilmu modern, petuah nasihat kebijaksanaan pun disiplin.

Metode yang dipakaiuntuk mencapai hasil-hasil disebut disiplin. Maka, disiplin juga berarti sistem keilmuan, kaidah-kaidah yang ketika dijalankan dengan tekun akan membuat ilmu maju tumbuh berkembang. Seorang discipulus atau discipula adalah seorang murid. Disciple of Plato adalah orang yang mengembangkan filsafat menurut arah yang digariskan Plato. Seorang discipulus yang tekun dan berbakat pada akhirnya menjadi seorang disciplianatus, bijaksana, dan terpelajar.

Makna ketertiban dan ketaatan berkaitan denagn pendidikan, karena suatu pendidikan yang berhasil mau tak mau menagndung unsur sanksi dan hukuman terhadap murid. Itu sebabnya mendisiplinkan berarti menghukum. Ini hanya terjadi dalam rangka memajukan pendidikan, mengasuh anak didik lewat penjatuhan hukuman yang membetulkan perilaku dan merangsang murid maju.

Disiplin juga mengacu pada situasi tertib, tenag, tekun yang dibutuhkan dalam proses pengajaran. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictonary of Current English, discipline berarti pelatihan (terutama atas akal budi dan kepribadian, untuk menghasilkan kemampuan menguasai diri), kebiasaan untuk taat, intinya ada pada pembentukan akal budi yang mendarah daging, yang melahirkan seorang yang taat hokum ber- dasarkan hati nurani, bukan karena takut pukulan, tendangan dan ancaman.

Istilah disiplin dalam makna yang terkait ilmu masuk ke Indonesia relative baru dibandingkan denagn makna ketertiban dan ketaatan. Kamus Umum Bahasa Indonesia tidak memasukan makna ini pada tema disiplin. Bila mendengar kata disiplin orang Indonesia biasanya tidak berfikir tentang ilmu, tetapi tentang pelaksanaan perintah tanpa bantahan, lebih baik lagi kalau tanpa piker.

Ketika kata disiplin berkembang di Indonesia, makna sekunder ini yang menonjol Kamus Besar Bahasa Indonesia mengkaitkan istilah disiplin nasional, berdisiplin dan mendisiplinkan hanya dengan ketertiban dan ketaatan. Ironis, obsesi pada makna ini menghasikan pendidikan ala IPDN


SAMSUDIN BERLIAN Pengamat Bahasa
(Dikutip dari Kompas, 20 April 2007)